Unsur Puisi dan Ciri Kebahasaan Puisi

Setiap puisi pasti memiliki ciri-ciri tertentu yang memdedakanya dari orang lain. Berdasarkan ciri-ciri tersebut, seorang dapat dengan mudah dikenali oleh orang lain. Demikian juga dengan puisi memiliki ciri atau unsur-unsur yang khas. Unsur tersebut akan memudahkan kita mengenal sebuah puisi.
Herman J. Waluyo (2002) membagi unsur-unsur puisi ke dalam ciri-ciri kebahasaan puisi terdiri atas pemadatan bahasa. pemilihan kata khas, kata konkret, pengimajinasian, irama (ritme) dan tata wajah. Sedangkan hal yang diungkapkan penyair terdiri atas tema puisi, nda dan suasana puisi, perasaan dalam puisi, serta amanat puisi. 


Ciri-ciri kebahasaan puisi:
1. Pemadatan bahasa
Sebuah puisi bukan hanya sekedar deretan kata-kata yang tidak berarti, yang disusun menjadi kalimat dan paragraf. Bahasa puisi adalah bahasa yang dipadatkan semedikian rupa oleh penulis. Hal itu membuat kata-kata dalam puisi seakan bernyawa sehingga mampu menyihir pembaca.

2. Pemilihan kata khas
Penyair dapat diibaratkan seperti seseorang koki yang sedang meramu bumbu-bumbu agar dapat menghasilkan masakan yang lezat.  Bagi penyair, bumbu-bumbu tersebut adalah kata-kata. Oleh karena itu, seorang penyair harus mencicipi kata-kata yang diramunya, sehingga puisi yang ditulisnya semakin bermakna. Faktor yang dipertimbangkan dalam memilih kata untuk puisi adalah sebagai berikut : makna kias, lambang, persamaan bunyi (rima).

3. Kata konkret
Saat menulis puisi, ada keinginan penyair untuk menggambarkan sesuatu secara lebih konkret atau berwujud. Oleh karena itu, dipilih kata-kata yang membuat segala hal terkesan dapat disentuh. Bagi penyair, hal itu dirasakan lebih jelas.

4. Pengimajian
Penyair juga sering menciptakan pengimajian atau pencitraan dalam puisinya. Pengimajian dapat berupa kata atau rangkaian kata-kata yang dapat memperjelas apa yang ingin disampaikan oleh penyair karena menggugah rasa imajinasi pembaca. Pengimajian dapat dibagi menjadi 3 jenis :
  1. Imaji visual, yaitu menampilkan kata atau kata-kata tertentu yang menyebabkan hal-hal yang digambarkan penyair seperti dapat dilihat oleh pembaca.
  2. imaji auditif (pendengaran), yaitu penciptaan ungkapan oleh penyair agar pembaca seolah-olah dapat mendengarkan suara seperti yang digambarkan penyair dalam puisinya.
  3. imaji taktil (perasaan), yaitu penciptaan ungkapan yang kuat oleh penyair, sehingga mampu memengaruhi perasaan pembaca. Bahkan perasaan pembaca dapat larut mengarungi imajinasi yang ditimbulkan oleh puisi.
 Masa-masa pelarian

Tak seperti ku bayangkan
Tak semudah ku harapkan
Dulu pergi sekarang kembali
Mengenal dari asal seperti anak baru

3 tahun berlalu menggapai mimpi
Bahagia senang ku lalui
Hanya salah jalan ku terlempar
Dari kedamaian
Bahagia senang tak ada lagi
Rasa takut terselimuti
Oleh pelarian

Bunga yang mekar
Tak mau lagi kusapa
Menolehpun tak mau
Malah berkata “opo duwe duit”
Aku hanya marah dalam hati
Masa pelarian sangat meyedihkan

By: Dalang Wanataka


5. Irama (ritme)
Dalam puisi sering kita temui adanya pengulangan bunyi, kata, frasa, maupun kalimat. Hal itulah yang dinamakan dengan irama atau ritme. Selain itu juga irama dapat berarti pergantian keras-lebut-tinggi-rendang, atau panjang-pendeknya kaya yang dilakukan secara berulang-ulang.

Di Buaian Ibu

Setiap hari ibu gendong
juga dibedong
Baju ibu sedikit bolong
Di liatin orang ompong

Dasar orang belong
Berlagak sedikit berondong
Ternyata dia radak odong

Ibu suka kedondong
saat hamil ibu ngidam lontong
Semuanya diborong
Kasian pedagang lontong
Di rampok dan di garong
nodong giginya ompong
Emang meraka garong radak odong
Biar ditakutin pocong dan bencong

tolong tolong pedagang lontong

Aku menangis lalu dibopong
Puserku sedikit bodong
Pukulan irama kentong
Tong tong tong

Kisah anak dibuaian dan digendong

By: Dalang Wanataka 4:2014


6. Tata wajah
Pada saat sekarang, tata wajah atau tipografi puisi semakin beragam. Bahkan, sebagai penyair menganggap tata wajah sebagai unsur puisi yang paling penting. Oleh karena itu, sering sekali terjadi inovasi dalam hal tata wajah.

TRAGEDI WINKA DAN SIHKA                                   
kawin
    kawin
         kawin
              kawin
                  kawin
                        ka
                     win
                   ka
               win
             ka
         win
       ka
          winka
                 winka
                     sihka
                        sihka
                             sihka
                            ka
                        sih
                     ka
                  sih
                 ku

Karya: Sutarji Calzoum Bachri

 Referensi : A. Kristiawan Muryanto, 2007. Jadi pujangga? Siapa takut, Yogyakarta : PT. Cirta Aji Parama

Semoga artikel tentang Unsur Puisi dan Ciri Kebahasaan Puisi bisa kita ambil mafaatnya dan menambah wawasan kita. Bila anda mencari unsur-unsur intrinsik pusisi kami jelaskan di postingan/ artikel ini  MEMAHAMI UNSUR INTRINSIK PUISI


Youtube: Redaksi Email

Post a Comment

6 Comments

Terimakasih atas komentar anda!